Selasa, 12 Juni 2012

RPP PKN


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)


Mata Pelajaran        :  Pancasila dan Kewarganegaraan
Kelas                       :  XII
Semester                 :  2
Program Studi        :  IPA/IPS
Standar Kompetensi         :  1. Menampilkan sikap positif terhadap Pancasila sebagai
                                   Ideologi negara.
Kompetensi Dasar  :  1.1 mendeskripsikan Pancasila sebagai ideologi terbuka
Indikator                :      Menjelaskan apa yang dimaksud dengan ideologi terbuka
·         Menguraikan proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara
Alokasi Waktu        : 4 x 45 menit   


A. Tujuan Pembelajaran

·         Agar siswa mampu mengetahui apa yang dimaksud dengan pancasila sebagai ideologi terbuka
·         Agar siswa lebih dapat menghargai jasa perjuangan para pahlawan dalam perumusan Pancasila


B. Materi Ajar
Pancasila sebagai ideologi terbuka

C. Metode Pembelajaran
 -Ceramah
-picture and picture
D. Langkah-langkah kegiatan

1. Pendahuluan 10’
a. Apersepsi :  bertanya kepada siswa tentang pertanyaan umum misalnya
                      tentang pengertian ideologi secara umum atau menanyakan
                      apa arti dari pancasila
                      memberikan permainan yang bersangkutan dengan materi agar menumbuhkan stimulus awal yang menyenangkan kepada siswa

b. Memotivasi:  bercerita tentang  semangat para tokoh pencetuh pancasila yang
                            inspiratif untuk para siswa.

2. Inti 70’
·  Menerangkan materi secara jelas kepada siswa tentang makna ideologi terbuka juga menceritakan kembali bagaimana suasana perumusan pancasila juga memberi kesempatan para siswa untuk bertanya.
·  Memberikan kesempatan siswa untuk memberikan tanggapannya terhadap materi yang dibahas

3.  Penutup 10’
·  Guru memberikan evaluasi dan memberikan kesimpulan dari keseluruhan materi yang telah dibahas.
·  Guru memberikan motivasi kepada siswa agar tetap semangat belajar dan memimpin utuk berdoa.



E. Alat dan Sumber Belajar

Sumber :
  •  Buku paket, LKS, buku-buku lain yang relevan
Alat  :
§  LCD
§  Laptop
§  gambar-gambar pahlawan


F. Penilaian :
  • Penilaian bisa dilakukan dengan cara tes tertulis (pilihan ganda/essay) juga bisa dengan cara tes lisan.





Mengetahui,
Kepala  Sekolah



I


Jakarta,  Juli  2006
Guru Mata Pelajaran





































CONTOH PEDOMAN PENSKORAN
LEMBAR PENILAIAN OBSERVASI TUGAS PILIHAN GANDA DAN ESSAY

Penskoran:                                        
Skor untuk soal pilihan ganda :

BENAR = 1

SALAH = 0

Skor untuk soal essay :

APABILA JAWABAN TEPAT = 2

APABILA JAWABAN MENDEKATI = 1

APABILA JAWABAN SALAH = 0


SOAL PILIHAN GANDA

  1. Alfian menyatakan bahwa Pancasila dapat disebut sebagai sebuah ideologi terbuka, karena telah memenuhi tiga dimensi, yaitu .....
a.   Dimensi realita, idealisme, dan fleksibilitas
b.   Dimensi realita, filosofis, dan kontiunitas
c.    Dimensi budaya, nilai luhur, dan jiwa bangsa
d.   Dimensi filosofis, budaya, dan fleksibilitas
e.   Dimensi konseptual, realita, dan idealisme
  1. Pancasila dijadikan sebagai dasar negara Indonesia karena ......
a.   Pancasila diusulkan oleh Founding father Indonesia
b.   Nilai yang terkandung dalam Pancasila mencerminkan jiwa bangsa Indonesia
c.    Pancasila dapat dijadikan alat pemersatu bangsa
d.   Pancasila dianggap sangat demokratis sehingga cocok untuk NKRI
e.   Sejarah bangsa Indonesia sangat terkait erat dengan sejarah lahirnya Pancasila
  1. Tiga fungsi pokok pancasila adalah .....
a.   Pandangan hidup, ideologi, dasar negara
b.   Lambang negara, jiwa bangsa, ideologi
c.    Pemersatu, penguat, pengokoh
d.   Pandangan hidup, tujuan hidup, nilai hidup
e.   Dasar negara, lambang negara, pertahanan negara
  1. Pancasila sebagai sebuah dasar negara memuat sebuah nilai dasar, yakni ....
a.   Nilai yang tercermin dalam setiap kehidupan nyata rakyat Indonesia
b.   Nilai yang terwujud dalam kehidupan sosial masyarakat
c.    Nilai yang terwujud dalam kehidupan hukum pemerintahan
d.   Nilai yang berasal dari budaya atau kultur bangsa Indonesia
e.   Nilai yang dalam penerapannya lebih didominasi oleh norma hukum
  1. Ciri khas demokrasi Pancasila dibandingkan dengan demokrasi lainnya adalah....
a.   Keputusan diambil dengan suara terbanyak
b.   Segala permasalahan dapat diselesaikan dengan kekeluargaan
c.    Adanya lembaga permusyawaratan rakyat
d.   Pengambilan keputusan dengan cara musyawarah mufakat
e.   Pemilihan umum dengan asas LUBER dan JURDIL
  1. Kedudukan pancasila dikaitkan dengan pengaruh budaya asing adalah.....
a.   Sebagai filter atau penyaring
b.   Jiwa dan kepribadian bangsa
c.    Pedoman hidup bangsa
d.   Sebagai penangkal
e.   Sebagai dasar negara
  1. Dalam sidang BPUPKI pertama dibahas sebuah rumusan pentung yaitu.....
a.   Pembentukan undang-undang dasar negara
b.   Perumusan alat-alat pemerintahan
c.    Perumusan dasar negara RI merdeka
d.   Pemilihan presiden dan wakilnya
e.   Pembentukan Piagam Jakarta
  1. Tindakan bijaksana yang sesuai dengan demokrasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari adalah...
a.   Mengutamakan suara terbanyak
b.   Dapat mengendalikan diri dengan baik
c.    Menerima segala keputusan
d.   Memberikan kebebasan berbeda pendapat
e.   Memajukan kepentingan bersama
  1. Contoh upaya penerapan nilai kepribadian bangsa Indonesia berdasarkan sila pertama Pancasila adalah.....
a.   Melestarikan gotong royong dan kerja sama
b.   Memupuk diri dengan akhlak uang baik
c.    Membantu teman-teman di sekolah
d.   Mendisiplinkandiri waktu belajar
e.   Menegakan ajaran agama dengan segala cara
10. Arti penting ketaatan terhadap Demokrasi pancasila adalah.....
a.  Bersumber dari taat nilai sosial budaya bangsa Indonesia
b.  Telah digunakan bangsa Indonesia sejak dahulu kala
c.  Mendapatkan dukungan dari dunia internasional pada umumnya
d.  Diajarkan dan diwajibkan oleh pemerintahan RI
e.  Telah mengantarkan bangsa Indonesia pada kemerdekaan yang abadi






SOAL ESSAY

  1. Uraikan makna Pancasila sebagai sebuah ideologi terbuka!
  2. Sebutkan tiga tokoh beserta ide pokok yang dituangkan dalam perumusan dasar negara RI pada sidang BPUPKI I !
  3. Jelaskanlah tiga dimensi yang di uraikan oleh Alfian!
  4. Uraikan maksud Pancasila mengandung nilai instrumental !
  5. Jelaskanlah kembali bagaimanakah suasana perumusan pancasila pada sidang BPUPKI I !


KUNCI JAWABAN
  1. A
  2. B
  3. A
  4. A
  5. D
  6. A
  7. C
  8. D
  9. B
10.  A


Minggu, 10 Juni 2012

FILSAFAT ILMU


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.      LATAR BELAKANG
Pada hakikatnya kelahiran cara berfikir ilmiah itu merupakan suatu  revolusi besar dalam dunia ilmu pengetahuan, karena sebelum itu manusia lebih banyak berpikir menurut gagasan-gagasan magis dan mitologi yang bersifat gaib dan tidak rasional. Dengan berilmu dan berfilsafat manusia ingin mencari hakikat kebenaran daripada segala sesuatu. Dari sinilah munculnya filsafat dan orang-orang sudah mulai berfikir lebih nyata lagi dengan filsafat. Namun dalam hal ini ilmu agama pun menjadi tolak ukur dalam pemikiran hidup, maka muncullah perbedaan antar filsafat dan agama.
Dalam hal ini istilah filsafat dan agama mengandung pengertian yang dipahami secara berlawanan oleh banyak orang. Filsafat dalam cara kerjanya bertolak dari akal, sedangkan agama bertolak dari wahyu sehingga konsekuensinya adalah filsafat bukanlah suatu ilmu yang berdiri sendiri, yang otonom, tidak berdasarkan kodrat akal budi manusia, melainkan sama sekali tergantung dari dan ditentukan isinya oleh agama. Oleh sebab itu, banyak kaitan dengan berfikir sementara agama banyak terkait dengan pengalaman. Filsafat mebahas sesuatu dalam rangka melihat kebenaran yang diukur, apakah sesuatu itu logis atau bukan. Agama tidak selalu mengukur kebenaran dari segi logisnya karena agama kadang-kadang tidak terlalu memperhatikan aspek logisnya.
Perbedaan tersebut menimbulkan konflik berkepanjangan antara orang yang cenderung berfikir filosofis dengan orang yang berfikir agamis, padahal filsafat dan agama mempunyai fungsi yang sama kuat untuk kemajuan, keduanya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Dan dibalik perbedaan dan pertentangan tersebut filsafat dan agama memiliki hubungan yang erat. Oleh sebab itu dalam makalah ini kita akan mengungkap hubungan yang terkait antara filsafat dengan agama. Sebab anatar filsafat dan agama tidak akan lepas dari kehidupan sehari-hari yang menjadi tolak ukur bagi kehidupan manusia.






1.2.   TUJUAN PENULISAN

1.      Untuk mengetahui pengertian dan hakekat filsafat.
2.      Untuk mengetahui pengertian dan hakekat agama.
3.      Untuk mengetahui hubungan filsafat dengan agama.

1.3.   RUMUSAN MASALAH

Hubungan anatara filsafat dengan agama.

1.4.   RUANG LINGKUP

Ruang lingkup dalam penulisan makalah ini yaitu hubungan antara filsafat dan agama dalam kehidupan manusia.



BAB II
 PEMBAHASAN

2.1. SEJARAH
Menurut catatan sejarah, filsafat Barat bermula di Yunani. Bangsa Yunani mulai mempergunakan akal ketika mempertanyakan mitos yang berkembang di masyarakat sekitar abad VI SM. Perkembangan pemikiran ini menandai usaha manusia untuk mempergunakan akal dalam memahami segala sesuatu. Pemikiran Yunani sebagai embrio filsafat Barat berkembang menjadi titik tolak pemikiran Barat abad pertengahan, modern dan masa berikutnya. Disamping menempatkan filsafat sebagai sumber pengetahuan, Barat juga menjadikan agama sebagai pedoman hidup, meskipun memang harus diakui bahwa hubungan filsafat dan agama mengalami pasang surut. Pada abad pertengahan misalnya dunia Barat didominasi oleh dogmatisme gereja (agama), tetapi abad modern seakan terjadi pembalasan terhadap agama. Peran agama di masa modern digantikan ilmu-ilmu positif. Akibatnya, Barat mengalami kekeringan spiritualisme. Namun selanjutnya, Barat kembali melirik kepada peranan agama agar kehidupan mereka kembali memiliki makna.Makalah ini akan mendiskripsikan hubungan filsafat dan agama di Barat sebagai sebuah survei sejarah lintas periode.
2.2. PENGERTIAN AGAMA

Kata “agama” berasal dari bahasa Sanskrit “a” yang berarti tidak dan “gam” yang berarti pergi, tetap di tempat, diwarisi turun temurun dalam kehidupan manusia.  Ter-nyata agama memang mempunyai sifat seperti itu. Agama, selain bagi orang-orang tertentu, selalu menjadi pola hidup manusia. Dick Hartoko menyebut agama itu dengan religi, yaitu ilmu yang meneliti hubungan antara manusia dengan “Yang Kudus” dan hubungan itu direalisasikan dalam ibadat-ibadat. Kata religi berasal dari bahasa Latin rele-gere yang berarti mengumpulkan, membaca. Agama me-mang merupakan kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan dan semua cara itu terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Di sisi lain kata religi berasal dari religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaan agama memang mem-punyai sifat mengikat bagi manusia. Seorang yang beragama tetap terikat dengan hukum-hukum dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh agama.
Sidi Gazalba mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata relegere asal kata relgi  mengandung makna berhati-hati hati-hati. Sikap berhati-hati ini disebabkan dalam religi terdapat norma-norma dan aturan yang ketat. Dalam religi ini orang Roma mempunyai anggapan bahwa manusia harus hati-hati terhadap Yang kudus dan Yang suci tetapi juga sekalian tabu. Yang kudus dipercayai  mempunyai sifat baik dan sekaligus mempunyai sifat jahat.

2.3. AGAMA PENGERTIAN DI BARAT
 Sebelum dijelaskan tentang agama universal di Barat, perlu diketahui agama bangsa Yunani secara garis besar. Bangsa Yunani sebelum mengenal dewa-dewa, mereka memuja dan menyembah daya-daya alam, roh nenek moyang dan pimpinan tertinggi dari anggota keturunan. Kemudian, mereka melakukan pemujaan terhadap para dewa yang dipusatkan di gunung Olympia, sebagaimana diceritakan Homerus dan Hesiodes dalam syair-syair mereka. Hal ini terjadi berabad-abad lamanya hingga datangnya agama Yahudi dan Nashara. Sementara itu, agama universal adalah agama yang kepercayaannya disajikan untuk semua umat manusia. Agama ini menganggap dirinya punya kebenaran penuh tentang realitas, pengetahuan, dan nilai, sehingga pemeluknya merasa berkewajiban menyampaikan kepada semua umat manusia. Agama universal yang dimaksud di sini adalah agama Yahudi, Kristen, dan Islam.

2.4. AGAMA DAN FILSAFAT MODERN
Di abad pertengahan, filsafat mencurahkan perhatian terhadap masalah metafisik. Saat itu sulit membedakan mana yang filsafat dan mana yang gereja. Sedangkan periode sejarah yang umumnya disebut modern memiliki sudut pandang mental yang berbeda dalam banyak hal, terutama kewibawaan gereja semakin memudar, sementara otoritas ilmu pengetahuan semakin kuat.Masa filsafat modern diawali dengan munculnya renaissance sekitar abad XV dan XVI M, yang bermaksud melahirkan kembali kebudayaan klasik Yunani-Romawi. Problem utama masa renaissance, sebagaimana periode skolastik, adalah sintesa agama dan filsafat dengan arah yang berbeda. Era renaissance ditandai dengan tercurahnya perhatian pada berbagai bidang kemanusiaan, baik sebagai individu maupun sosial.Di antara filosof masa renaissance adalah Francis Bacon (1561-1626). Ia berpendapat bahwa filsafat harus dipisahkan dari teologi. Meskipun ia meyakini bahwa penalaran dapat menunjukkan Tuhan, tetapi ia menganggap bahwa segala sesuatu yang bercirikan lain dalam teologi hanya dapat diketahui dengan wahyu, sedangkan wahyu sepenuhnya bergantung pada penalaran. Hal ini menunjukkan bahwa Bacon termasuk orang yang membenarkan konsep kebenaran ganda (double truth), yaitu kebenaran akal dan wahyu. Puncak masa renaissance muncul pada era Rene Descartes (1596-1650) yang dianggap sebagai Bapak Filsafat Modern dan pelopor aliran Rasionalisme.
Argumentasi yang dimajukan bertujuan untuk melepaskan diri dari kungkungan gereja. Hal ini tampak dalam semboyannya “cogito ergo sum” (saya berpikir maka saya ada). Pernyataan ini sangat terkenal dalam perkembangan pemikiran modern, karena mengangkat kembali derajat rasio dan pemikiran sebagai indikasi eksistensi setiap individu. Dalam hal ini, filsafat kembali mendapatkan kejayaannya dan mengalahkan peran agama, karena dengan rasio manusia dapat memperoleh kebenaran.Kemudian muncul aliran Empirisme, dengan pelopor utamanya, Thomas Hobbes (1588-1679) dan John Locke (1632-1704). Aliran Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan dan pengenalan berasal dari pengalaman, baik pengalaman batiniah maupun lahiriah. Aliran ini juga menekankan pengenalan inderawi sebagai bentuk pengenalan yang sempurna.Di tengah gegap gempitanya pemikiran rasionalisme dan empirisme, muncul gagasan baru di Inggris, yang kemudian berkembang ke Perancis dan akhirnya ke Jerman. Masa ini dikenal dengan Aufklarung atau Enlightenment atau masa pencerahan sekitar abad XVIII M.Pada abad ini dirumuskan adanya keterpisahan rasio dari agama, akal terlepas dari kungkungan gereja, sehingga Voltaire (1694-1778) menyebutnya sebagai the age of reason (zaman penalaran). Sebagai salah satu konsekwensinya adalah supremasi rasio berkembang pesat yang pada gilirannya mendorong berkembangnya filsafat dan sains.Meskipun demikian, di antara pemikir zaman aufklarung ada yang memperhatikan masalah agama, yaitu David Hume (1711-1776). Menurutnya, agama lahir dari hopes and fears (harapan dan penderitaan manusia). Agama berkembang melalui proses dari yang asli, yang bersifat politeis, kepada agama yang bersifat monoteis. Kemudian Jean Jacques Rousseau (1712-1778) berjuang melawan dominasi abad pencerahan yang materialistis dan atheis. Ia menentang rasionalisme yang membuat kehidupan menjadi gersang. Ia dikenal dengan semboyannya retournous a la nature (kembali ke keadaan asal), yakni kembali menjalin keakraban dengan alam.Tokoh lainnya adalah Imanuel Kant (1724-1804).

Filsafatnya dikenal dengan Idealisme Transendental atau Filsafat Kritisisme. Menurutnya, pengetahuan manusia merupakan sintesa antara apa yang secara apriori sudah ada dalam kesadaran dan pikiran dengan impresi yang diperoleh dari pengalaman (aposteriori). Ia berusaha meneliti kemampuan dan batas-batas rasio. Ia memposisikan akal dan rasa pada tempatnya, menyelamatkan sains dan agama dari gangguan skeptisisme.Tokoh idealisme lainnya adalah George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831). Filsafatnya dikenal dengan idealisme absolut yang bersifat monistik, yaitu seluruh yang ada merupakan bentuk dari akal yang satu, yakni akal yang absolut (absolut mind). Ia memandang agama Kristen yang dipahaminya secara panteistik sebagai bentuk terindah dan tertinggi dari segala agama.Sementara di Inggris, Jeremy Benthem (1748-1832) dengan pemikiran-pemikirannya mengawali tumbuhnya aliran Utilitarianisme. Utility dalam bahasa Inggris berarti kegunaan dan manfaat. Makna semacam inilah yang menjadi dasar aliran Utilitarianisme. Tokoh lain aliran ini adalah John Stuart Mill (1806-1873) dan Henry Sidgwick (1838-1900). Menurut aliran utilitarianis bahwa pilihan terbaik dari berbagai kemungkinan tindakan perorangan maupun kolektif adalah yang paling banyak memberikan kebahagiaan pada banyak orang. Kebahagiaan diartikan sebagai terwujudnya rasa senang dan selamat atau hilangnya rasa sakit dan was-was. Hal ini bukan saja menjadi ukuran moral dan kebenaran, tetapi juga menjadi tujuan individu, masyarakat, dan negara.Aliran filsafat yang lain adalah Positivisme. Dasar-dasar filsafat ini dibangun oleh Saint Simon dan dikembangkan oleh Auguste Comte (1798-1857). Ia menyatakan bahwa pengetahuan manusia berkembang secara evolusi dalam tiga tahap, yaitu teologis, metafisik, dan positif. Pengetahuan positif merupakan puncak pengetahuan manusia yang disebutnya sebagai pengetahuan ilmiah. Sesuai dengan pandangan tersebut kebenaran metafisik yang diperoleh dalam metafisika ditolak, karena kebenarannya sulit dibuktikan dalam kenyataan.Auguste Comte mencoba mengembangkan Positivisme ke dalam agama atau sebagai pengganti agama.
Hal ini terbukti dengan didirikannya Positive Societies di berbagai tempat yang memuja kemanusiaan sebagai ganti memuja Tuhan. Perkembangan selanjutnya dari aliran ini melahirkan aliran yang bertumpu kepada isi dan fakta-fakta yang bersifat materi, yang dikenal dengan Materialisme.Tokoh aliran Materialisme adalah Feurbach (1804-1872). Ia menyatakan bahwa kepercayaan manusia kepada Allah sebenarnya berasal dari keinginan manusia yang merasa tidak bahagia. Lalu, manusia mencipta Wujud yang dapat dijadikan tumpuan harapan yaitu Tuhan, sehingga Feurbach menyatakan teologi harus diganti dengan antropologi. Tokoh lain aliran Materialisme adalah Karl Marx (1820-1883) yang menentang segala bentuk spiritualisme. Ia bersama Friederich Engels (1820-1895) membangun pemikiran komunisme pada tahun 1848 dengan manifesto komunisme. Karl Marx memandang bahwa manusia itu bebas, tidak terikat dengan yang transendental. Kehidupan manusia ditentukan oleh materi. Agama sebagai proyeksi kehendak manusia, bukan berasal dari dunia ghaib.Periode filsafat modern di Barat menunjukkan adanya pergeseran, segala bentuk dominasi gereja, kependetaan dan anggapan bahwa kitab suci sebagai satu-satunya sumber pengetahuan diporak-porandakan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa abad modern merupakan era pembalasan terhadap zaman skolastik yang didominasi gereja. Agama dan Filsafat Barat Kontemporer Pada awal abad XX, di Inggris dan Amerika muncul aliran Pragmatisme yang dipelopori oleh William James (1842-1910). Sebenarnya, Pragmatisme awalnya diperkenalkan oleh C.S. Pierce (1839-1914). Menurutnya, kepercayaan menghasilkan kebiasaan, dan berbagai kepercayaan dapat dibedakan dengan membandingkan kebiasaan yang dihasilkan. Oleh karena itu, kepercayaan adalah aturan bertindak.William James berpendapat bahwa teori adalah alat untuk memecahkan masalah dalam pengalaman hidup manusia. Karena itu, teori dianggap benar, jika teori berfungsi bagi kehidupan manusia. Sedangkan agama, menurutnya, mempunyai arti sebagai perasaan (feelings), tindakan (acts) dan pengalaman individu manusia ketika mencoba memahami hubungan dan posisinya di hadapan apa yang mereka anggap suci. Dengan demikian, keagamaan bersifat unik dan membuat individu menyadari bahwa dunia merupakan bagian dari sistem spiritual yang dengan sendirinya memberi nilai bagi atau kepadanya.Agak berbeda dengan William James, tokoh Pragmatisme lainnya, John Dewey (1859-1952) menyatakan bahwa tugas filsafat yang terpenting adalah memberikan pengarahan pada perbuatan manusia dalam praktek hidup yang harus berpijak pada pengalaman.
Pada saat yang bersamaan, juga berkembang aliran Fenomenologi di Jerman yang dipelopori oleh Edmund Husserl (1859-1938). Menurutnya, untuk mendapatkan pengetahuan yang benar ialah dengan menggunakan intuisi langsung, karena dapat dijadikan kriteria terakhir dalam filsafat. Baginya, Fenomenologi sebenarnya merupakan teori tentang fenomena; ia mempelajari apa yang tampak atau yang menampakkan diri.Pada abad tersebut juga lahir aliran Eksistensialisme yang dirintis oleh Soren Kierkegaard (1813-1855). Tokoh terpenting dalam aliran ini adalah Jean Paul Sartre (1905-1980) yang berpandangan atheistik. Menurutnya, Tuhan tidak ada, atau sekurang-kurangnya manusia bukan ciptaan Tuhan. Eksistensi manusia mendahului esensinya; manusia bebas menentukan semuanya untuk dirinya dan untuk seluruh manusia.Walaupun rasionalisme Eropa memperoleh kemenangan, ternyata menyimpan beberapa keretakan yang pada gilirannya menimbulkan reaksi, seperti lahirnya anti rasionalisme, humanisme, dan lain-lain. Periode kontemporer di Barat juga ditandai dengan adanya keinginan yang demikian kuat untuk kembali kepada ajaran agama. Filosof di Barat mulai menyadari bahwa era modern telah melahirkan kehidupan yang kering spiritual dan tidak bermakna. KesimpulanDari uraian terdahulu, maka dapat ditarik dua kesimpulan. Pertama, hubungan filsafat dan agama di Barat telah terjadi sejak periode Yunani Klasik, pertengahan, modern, dan kontemporer, meskipun harus diakui bahwa hubungan keduanya mengalami pasang surut.Kedua, dewasa ini di Barat terdapat kecenderungan yang demikian kuat terhadap peranan agama. Masyarakat modern yang rasionalistik, vitalistik, dan materialistik, ternyata hampa spiritual, sehingga mulai menengok dunia Timur yang kaya nilai-nilai spiritual
Hubungan antara filsafat dan agama dalam sejarah kadang-kadang dekat dan baik, dan kadang-kadang jauh dan buruk. Ada kalanya para agamawan merintis perkembangan filsafat. Ada kalanya pula orang beragama merasa terancam oleh pemikiran para filosof yang kritis dan tajam. Para filosof sendiri kadang-kadang memberi kesan sombong, sok tahu, meremehkan wahyu dan iman sederhana umat.
Kadang-kadang juga terjadi bentrokan, di mana filosof menjadi korban kepicikan dan kemunafikan orang-orang yang mengatasnamakan agama. Socrates dipaksa minum racun atas tuduhan atheisme padahal ia justru berusaha mengantar kaum muda kota Athena kepada penghayatan keagamaan yang lebih mendalam. Filsafat Ibn Rusyd dianggap menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam, ia ditangkap, diasingkan dan meninggal dalam pembuangan. Abelard (1079-1142) yang mencoba mendamaikan iman dan pengetahuan mengalami pelbagai penganiayaan. Thomas Aquinas (1225-1274), filosof dan teolog terbesar Abad Pertengahan, dituduh kafir karena memakai pendekatan Aristoteles (yang diterima para filosof Abad Pertengahan dari Ibn Sina dan Ibn Rusyd). Giordano Bruno dibakar pada tahun 1600 di tengah kota Roma. Sedangkan di zaman moderen tidak jarang seluruh pemikiran filsafat sejak dari Auflklarung dikutuk sebagai anti agama dan atheis.
Pada akhir abad ke-20, situasi mulai jauh berubah. Baik dari pihak filsafat maupun dari pihak agama. Filsafat makin menyadari bahwa pertanyaan-pertanyaan manusia paling dasar tentang asal-usul yang sebenarnya, tentang makna kebahagiaan, tentang jalan kebahagiaan, tentang tanggungjawab dasar manusia, tentang makna kehidupan, tentang apakah hidup ini berdasarkan sebuah harapan fundamental atau sebenarnya tanpa arti paling-paling dapat dirumuskan serta dibersihkan dari kerancuan-kerancuan, tetapi tidak dapat dijawab. Keterbukaan filsafat, termasuk banyak filosof Marxis, terhadap agama belum pernah sebesar dewasa ini.
Sebaliknya agama, meskipun dengan lambat, mulai memahami bahwa sekularisasi yang dirasakan sebagai ancaman malah membuka kesempatan juga. Kalau sekularisasi berarti bahwa apa yang duniawi dibersihkan dari segala kabut adiduniawi, jadi bahwa dunia adalah dunia dan Allah adalah Allah, dan dua-duanya tidak tercampur, maka sekularisasi itu sebenarnya hanya menegaskan apa yang selalu menjadi keyakinan dasar monotheisme. Sekularisasi lantas hanya berarti bahwa agama tidak lagi dapat mengandalkan kekuasaan duniawi dalam membawa pesannya, dan hal itu justru membantu membersihkan agama dari kecurigaan bahwa agama sebenarnya hanyalah suatu legitimasi bagi sekelompok orang untuk mencari kekuasaan di dunia. Agama dibebaskan kepada hakekatnya yang rohani dan adiduniawi (agama, baru menjadi saksi kekuasaan Allah yang adiduniawi apabila dalam mengamalkan tugasnya tidak memakai sarana-sarana kekuasaan, paksaan dan tekanan duniawi. )
Dengan demikian, dialog antara filsafat dan agama justru akan membawa keuntungan bagi keduabelah pihak.




2.5. HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN AGAMA
Hubungan antara filsafat dan agama dalam sejarah kadang-kadang dekat dan baik, dan kadang-kadang jauh dan buruk. Ada kalanya para agamawan merintis perkembangan filsafat. Ada kalanya pula orang beragama merasa terancam oleh pemikiran para filosof yang kritis dan tajam. Para filosof sendiri kadang-kadang memberi kesan sombong, sok tahu, meremehkan wahyu dan iman sederhana umat.
Filsafat sekurang-kurangnya dapat menyumbangkan empat pelayanan pada agama :
Pertama. Salah satu masalah yang dihadapi oleh setiap agama wahyu adalah masalah interpretasi. Maksudnya, teks wahyu yang merupakan Sabda Allah selalu dan dengan sendirinya terumus dalam bahasa dari dunia. Akan tetapi segenap makna dan arti bahasa manusia tidak pernah seratus persen pasti. Itulah sebabnya kita begitu sering mengalami apa yang disebut salah paham. Hal itu juga berlaku bagi bahasa wahana wahyu. Hampir pada setiap kalimat ada kemungkinan salah tafsir. Oleh karena itu para penganut agama yang sama pun sering masih cukup berbeda dalam pahamnya tentang isi dan arti wahyu. Dengan kata lain, kita tidak pernah seratus persen merasa pasti bahwa pengertian kita tentang maksud Allah yang terungkap dalam teks wahyu memang tepat, memang itulah maksud Allah.
Oleh sebab itu, setiap agama wahyu mempunyai cara untuk menangani masalah itu. Agama Islam, misalnya, mengenai ijma' dan qias. Nah, dalam usaha manusia seperti itu, untuk memahami wahyu Allah secara tepat, untuk mencapai kata sepakat tentang arti salah satu bagian wahyu, filsafat dapat saja membantu. Karena jelas bahwa jawaban atas pertanyaan itu harus diberikan dengan memakai nalar (pertanyaan tentang arti wahyu tidak dapat dipecahkan dengan mencari jawabannya dalam wahyu saja, karena dengan demikian pertanyaan yang sama akan muncul kembali, dan seterusnya). Karena filsafat adalah seni pemakaian nalar secara tepat dan bertanggungjawab, filsafat dapat membantu agama dalam memastikan arti wahyunya.
Kedua, secara spesifik, filsafat selalu dan sudah memberikan pelayanan itu kepada ilmu yang mencoba mensistematisasikan, membetulkan dan memastikan ajaran agama yang berdasarkan wahyu, yaitu ilmu teologi. Maka secara tradisional-dengan sangat tidak disenangi oleh para filosof-filsafat disebut ancilla theologiae (abdi teologi). Teologi dengan sendirinya memerlukan paham-paham dan metode-metode tertentu, dan paham-paham serta metode-metode itu dengan sendirinya diambil dari filsafat. Misalnya, masalah penentuan Allah dan kebebasan manusia (masalah kehendak bebas) hanya dapat dibahas dengan memakai cara berpikir filsafat. Hal yang sama juga berlaku dalam masalah "theodicea", pertanyaan tentang bagaimana Allah yang sekaligus Mahabaik dan Mahakuasa, dapat membiarkan penderitaan dan dosa berlangsung (padahal ia tentu dapat mencegahnya). Begitu pula Christologi (teologi kristiani tentang Yesus Kristus) mempergunakan paham-paham filsafat Yunani dalam usahanya mempersatukan kepercayaan pada hakekat nahi Yesus Kristus dengan kepercayaan bahwa Allah hanyalah satu.
Ketiga, filsafat dapat membantu agama dalam menghadapi masalah-masalah baru, artinya masalah-masalah yang pada waktu wahyu diturunkan belum ada dan tidak dibicarakan secara langsung dalam wahyu. Itu terutama relevan dalam bidang moralitas. Misalnya masalah bayi tabung atau pencangkokan ginjal. Bagaimana orang mengambil sikap terhadap dua kemungkinan itu : Boleh atau tidak? Bagaimana dalam hal ini ia mendasarkan diri pada agamanya, padahal dalam Kitab Suci agamanya, dua masalah itu tak pernah dibahas? Jawabannya hanya dapat ditemukan dengan cara menerapkan prinsip-prinsip etika yang termuat dalam konteks lain dalam Kitab Suci pada masalah baru itu. Nah, dalam proses itu diperlukan pertimbangan filsafat moral.
Filsafat juga dapat membantu merumuskan pertanyaan-pertanyaan kritis yang menggugah agama, dengan mengacu pada hasil ilmu pengetahuan dan ideologi-ideologi masa kita, misalnya pada ajaran evolusi atau pada feminisme.
Pelayanan keempat yang dapat diberikan oleh filsafat kepada agama diberikan melalui fungsi kritisnya. Salah satu tugas filsafat adalah kritik ideologi. Maksudnya adalah sebagai berikut. Masyarakat terutama masyarakat pasca tradisional, berada di bawah semburan segala macam pandangan, kepercayaan, agama, aliran, ideologi, dan keyakinan. Semua pandangan itu memiliki satu kesamaan : Mereka mengatakan kepada masyarakat bagaimana ia harus hidup, bersikap dan bertindak. Fiisafat menganalisa claim-claim ideologi itu secara kritis, mempertanyakan dasarnya, memperlihatkan implikasinya, membuka kedok kepentingan yang barangkali ada di belakangnya.
Kritik ideologi itu dibutuhkan agama dalam dua arah. Pertama terhadap pandangan-pandangan saingan, terutama pandangan-pandang- an yang mau merusak sikap jujur, takwa dan bertanggungjawab. Fisafat tidak sekedar mengutuk apa yang tidak sesuai dengan pandangan kita sendiri, melainkan mempergunakan argumentasi rasional. Agama sebaiknya menghadapi ideologi-ideologi saingan tidak secara dogmatis belaka, jadi hanya karena berpendapat lain, melainkan berdasarkan argumentasi yang obyektif dan juga dapat dimengerti orang luar.
Arah kedua menyangkut agamanya sendiri. Filsafat dapat mempertanyakan, apakah sesuatu yang oleh penganut agama dikatakan sebagai termuat dalam wahyu Allah, memang termasuk wahyu itu. Jadi, filsafat dapat menjadi alat untuk membebaskan ajaran agama dari unsur-unsur ideologis yang menuntut sesuatu yang sebenarnya tidak termuat dalam wahyu, melainkan hanya berdasarkan sebuah interpretasi subyektif. Maka filsafat membantu pembaharuan agama. Berhadapan dengan tantangan-tantangan zaman, agama tidak sekedar menyesuaikan dirinya, melainkan menggali jawabannya dengan berpaling kembali kepada apa yang sebenarnya diwahyukan oleh Allah.

BAB III
KESIMPULAN
3.1.KESIMPULAN
filsafat  berkembang menjadi titik tolak pemikiran manusia di abad pertengahan, modern dan masa berikutnya. Sedangkan Agama berkembang melalui proses dari yang asli, yang bersifat politeis, dengan demikian filsafat dan Agama mempunyai hubungan yang baik, Seperti yang sudah diterangkan pada makalah ini sebelumnya bahwa filsafat berguna sebagai sumber pengetahuan, dan masyarakat juga menjadikan agama sebagai pedoman hidup, oleh karena itu filsafat dapat membantu agama dalam menghadapi masalah-masalah baru, artinya masalah-masalah yang pada waktu wahyu diturunkan belum ada dan tidak dibicarakan secara langsung dalam wahyu. Filsafat juga dapat membantu merumuskan pertanyaan-pertanyaan kritis yang menggugah agama.
Hubungan/fungsi antara filasat dengan agama antara lain adalah:
o   teks wahyu yang merupakan Sabda Allah selalu dan dengan sendirinya terumus dalam bahasa dari dunia.mengacu pada hasil ilmu pengetahuan dan ideologi-ideologi masa kita, misalnya pada ajaran evolusi atau pada feminisme.
o   mensistematisasikan, membetulkan dan memastikan ajaran agama yang berdasarkan wahyu, yaitu ilmu teologi.
o   filsafat dapat membantu agama dalam menghadapi masalah-masalah baru, artinya masalah-masalah yang pada waktu wahyu diturunkan belum ada dan tidak dibicarakan secara langsung dalam wahyu
o   Kritik ideologi itu dibutuhkan agama dalam dua arah. Pertama terhadap pandangan-pandangan saingan, terutama pandangan-pandang- an yang mau merusak sikap jujur, takwa dan bertanggungjawab.






3.2.SARAN
Tidak dipungkiri bahwa filsafat dan agama sudah berjalan dengan baik dari dahulu kala, walau di beberapa tahun silam pemikiran agama sempat lebih menonjol dari pada filsafat karena manusia pada saat itu sangat yakin dengan hal yang bersifat religious dan magis, tetapi manusia seakan meninggalkan ke religiousannya karena mulai berpikir pada sebuah pengetahuan yang pasti dan mulai mempertanyakan sebuah mitos yang berkembang dari apa yang mereka lakukan, dan sekali lagi itu tidak berhasil dengan baik karena manusia yang hanya berpikir dengan filsafat tanpa agama yang membuat manusia tidak menemukan makna dalam hidupnya, oleh karena itu berpikir filsafat dengan agama sangatlah baik karena mendapatkan ilmu pengetahuan yang positif serta mendapatkan kekayaan spritualisme yang abadi.





DAFTAR PUSTAKA
http://pustaka.abatasa.com/pustaka/detail/14/216/filsafat-dan-agama
http://pustaka.abatasa.com/pustaka/detail/14/216/filsafat-dan-agama